Kepribadian Ganda
KEPRIBADIAN GANDA
Kebanyakan orang pada hari ini seringkali mengadukan adanya perubahan, dan susah menebak, pada kepribadian seseorang. Seperti halnya seorang istri, yang hakekatnya ia mengetahui akhlak suaminya, dari mulai penyabar, lapang dada, senyumnya, dan kelembutannya, namun, dirinya tidak pernah melihat itu semua, karena kalau dirumah yang nampak, justru akhlaknya yang buruk, gampang marah, emosian, mukanya kecut, sering mengata-ngatai, bakhil, suka mengungkit-ungkit dan lain sebagainya. Sehingga, untuk suami semacam ini, kita katakan dimana ia dan orang yang semisal dengannya, akan memposisikan dirinya, dengan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan:
قال النبي -صلى الله عليه وسلم- : « خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى » [ رواه الترمذي وإبن ماجه والحاكم]
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, sedangkan aku adalah orang yang paling baik pada keluargaku“. HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim.
Dan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : « أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُهُمْ خِيَارُهُمْ لِنِسَائِهِمْ » [رواه أبو داود والترمذي وأحمد]
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada istrinya“. HR Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad dengan sanad yang shahih.
Salamah bin Dinar pernah mengatakan: “Akhlak yang buruk akan menjadikan pemiliknya orang yang paling menyengsarakan teman duduk yang ada disampingnya, akan membawa segudang bencana. Maka yang paling awal kena dampaknya adalah istrinya, kemudian anak-anaknya. Sampai sekiranya ketika dia masuk rumah, sedangkan mereka yang tadinya dalam keadaan senang, begitu mendengar suaranya, langsung berubah suasananya, semua lari menjauh darinya, karena merasa takut akan kena getahnya, sampai-sampai hewan tunggangannya juga merasakan kejelekannya, kalau anjing melihat dirinya, ia langsung berlindung ketembok, demikian juga kucing juga akan lari takut dari perangainya yang buruk”.
Dan masuk dalam kategori kepribadian ganda, tatkala berhadapan dengan kedua orang tuanya. Berapa banyak dari mereka yang seringkali kita dengar tentang kebaikan akhlaknya, terkenal dermawan, murah senyum, serta baik di dalam bergaul bersama orang lain. Namun, ketika bersama dengan orang yang paling dekat dan paling besar kewajiban yang harus mereka berikan padanya, yaitu kedua orang tuanya. Dia justru berbuat kasar, dan jauh darinya, maka cukup sebuah ayat yang tegas menyindir perbuatan semacam itu, di mana Allah Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا﴾ [الإسراء: 23]
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia“. [al-Israa’/17: 23].
Barangsiapa melihat kenyataan yang ada pada diri kita, ketika bersama dengan anak-anak dan orang tua kita maka kita baru sadar betapa lemahnya keimanan kita, serta kurangnya didalam menunaikan kewajiban terbesar yang kita miliki, setelah mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala. Allahu musta’an.
Diantara bentuk mendua dalam bersikap, adakalanya kamu pernah melihat penampilan seorang perempuan yang kelihatannya terpelajar, berpendidikan serta bagus, bahkan dirinya tak segan-segan untuk mengeluarkan uang banyak, yang penting bisa menambah percaya diri didalam penampilan, wajah dipoles, gigi dibersihkan. Akan tetapi, bila kamu mengetahui secara dekat, kamu baru mengerti, kalau dirinya mempunyai perangai yang buruk, emosian, gampang marah, berani melawan kepada suaminya, bermuka masam terhadap saudaranya dan lain sebagainya.
Duhai seandainya para Hawa memperhatikan akhlaknya secara teliti sama persis dengan perhatiannya terhadap penampilan fisiknya, tentu ia akan menjadi wanita sejati. Seorang pepatah Arab mengatakan: ‘Kecantikan bukan diukur dengan pakaian yang indah, namun kecantikan ada pada ilmu dan akhlaknya’.
Ketahuilah duhai saudariku yang aku cintai karena Allah, kecantikan sejati ada pada kecantikan akhlak serta adabnya, sangat naif sekali kalau menilai kecantikan hanya pada pakai serta penampilan fisiknya saja, akan tetapi, rasa malunya sangat kurang, sehingga tanpa segan membuka auratnya, melepas prinsip ajaran agama serta kepribadian asalnya. Seorang penyair mengatakan:
Aku melewati muru’ah sedangkan dirinya menangis
Saya tanyakan, kenapa engkau menangis
Dirinya menjawab, bagaimana aku tidak menangis
Karena semua orang sudah tidak mengenaliku lagi
Saudariku…
Sesungguhnya Allah Azza wa jalla telah menjadikan bagi tiap orang dua aurat, aurat tubuh dan aurat jiwa. Allah menjadikan alat untuk menutupi aurat yang pertama yaitu dengan pakaian, sedangkan yang kedua yaitu dengan akhlak. Dan perlu diperhatikan, yang terpenting dari keduanya adalah yang kedua, karena pakaian seseorang tidak mungkin bisa lepas dari yang namanya akhlak sang pemakainya. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah Tabaraka wa ta’ala dalam firmanNya:
قال الله تعالى: ﴿يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ﴾ [الأعراف: 26]
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa itulah yang paling baik“. [al-‘Araaf/7: 26].
Saudariku…
Sungguh seorang wanita yang berakal, tatkala berbicara, dia akan berbicara dengan baik, tatkala diam, dia juga diam dengan manis. Bertakwalah kepada Allah, wahai para wanita, tutupi aurat jiwamu dengan pakaian takwa, rasa malu dan budi pekerti yang luhur.
Salah satu sikap mendua yang lainnya dalam berakhlak, sebagaimana yang kita lihat, ada sebagian orang yang bila berkata, ucapannya begitu manis, penyabar, menebar senyum, namun apabila datang waktunya jual beli dan atribut yang berisikan uang dan dirham, maka dirinya berubah menjadi senang mengulur waktu pembayaran, sangat kuat memegang uang, akan berargumen, mendebat lawan bisninya, bahkan bisa jadi gambaran makna ukhuwah persaudaraan beserta hak-haknya untuk sementara terhapus dalam benaknya.
Pernah dikatakan kepada Muhammad bin Hasan, kenapa engkau tidak menulis buku yang berkaitan dengan kezuhudan. Maka beliau menjawab: ‘Aku telah menulis sebuah buku yang berkaitan dengan jual beli’.
Maksud yang ingin disampaikan oleh beliau kepada kita adalah, bahwa zuhud itu ada pada orang yang berlepas diri dari perkara syubhat dan makruh dalam transaksi jual belinya serta seluruh interaksi perdagangan. Inilah pesan yang ingin beliau sampaikan, dan ini menunjukan kecerdasaan fikih yang beliau miliki, semoga Allah merahmatinya.
Diriwayatkan, bahwa Masruq mempunyai hutang, demikian pula saudaranya Khaitsamah juga mempunyai tanggungan hutang. Maka Masruq pergi membayar hutang saudaranya, sedangkan ia tidak mengetahuinya, begitu juga sebaliknya, saudaranya Khaitsamah juga pergi membayar hutang saudaranya, dan ia juga tidak mengetahuinya.
Mutharif bin Abdullah pernah mengatakan kepada sebagian saudaranya: ‘Wahai Abu Fulan, apabila engkau mempunyai keperluan maka jangan berbicara padaku, akan tetpai tulislah disebuah kertas. Sungguh aku malu kalau melihat wajahmu memelas dihadapanku’.
Seorang penyair mengatakan:
Jika aku lapang, tidak akan tahu karibku
Ketika aku mencukupkan, temanku pun merasa cukup
Rasa maluku menjaga air muka yang ada pada wajah
Temanku, dalam permintaanmu ada kekariban
Kalau aku biarkan air muka mengalir padamu
Betapa cepatnya aku bisa naik keatas
Dikisahkan dari Rabah bin al-Jarah, beliau berkata: ‘Fath al-Mushili pernah berkunjung kerumah karibnya yang bernam Isa at-Tamar, namun sayang ia tidak menjumpainya. Maka ia mengatakan pada pembantunya; ‘Ambilkan aku kantong majikanmu’. Pembantu tersebut lalu mengambilkan kantong untuknya, lantas sang tamu memasukan uang dua dirham. Begitu Isa datang, maka sang pembantu mengabarkan perihal tamunya tadi, Isa lalu berkata padanya: ‘Jika omonganmu benar, kamu bebas’. Kemudian ia melihat pada kantong yang berisi uang tersebut, lalu iapun membebaskan pembantunya tadi’.
Dalam kisah yang lain, diriwayatkan dari Jamil bin Murah, beliau berkata: ‘Kami pernah mengalami masa paceklik yang sangat, dan ketika itu Muriq al-Ajli berkunjung kerumah sambil membawa sekantong bungkusan, lalu mengatakan; ‘Ambillah ini buat kalian’. Setelah itu dia minta izin pergi, namun tidak berapa lama sebelum jauh dia mengatakan kembali: ‘Jika kalian memerlukan kantong tadi, ambilah untuk belanja kebutuhan’.
Berkata Sufyan bin Uyainah; ‘Aku pernah mendengar Musawir al-Wariq mengatakan: ‘Tidaklah aku mengucapkan pada seseorang ‘Sungguh aku mencintaimu karena Allah’ melainkan tidak pernah aku mencegah harta untuknya’.
Sebuah kisah yang banyak ibroh, seakan jauh dari alam khayal kita, namun akhlak yang luhur dari para pendahulu kita Salafus sholeh telah mampu merubahnya menjadi kecintaan dan ukhuwah yang tulus karena Allah semata, semoga Allah meridhoi mereka semua. Kita mohon keutamaan kepada Allah yang Maha Penyayang, dan memohon kepadaNya agar kita bisa meneladani mereka dengan sebaik-baiknya.
Diantara sikap mendua yang telah nampak yaitu manakala kamu melihat sebagian pemuda yang menakjubkanmu dari segi penampilannya, bau wangi membuaimu, sisiran rambutnya mengkilap. Kalau bukan karena malu tentu aku terlalu berlebihan didalam mensifati keadaan sebagian generasi muda kita pada hari ini, dalam semangatnya memperhatikan gaya dan penampilan. Akan tetapi bersamaan dengan itu mereka tidak memperhatikan tingkah dan akhlaknya yang terkadang melenceng, karena mereka punya prinsip tidak apa kalau hanya sekedar berdusta, atau melaknat, mencela, bahkan adakalanya berzina, dan mencuri, atau menipu dan melakukan tipu daya.
Dalam benak mereka, tidak mengapa mengorbankan agama dan akhlaknya demi tercapainya syahwat, sehingga penampilan fisiknya telah rusak sebelum rusaknya penampilan hati.
Wahai para pemuda, manusia bukan hanya terbatas pada penampilan badan dan rupanya saja, tidak pula pada gaya pakaian dan modenya, akan tetapi, manusia sejati adalah yang memiliki ruh, akal, akhlak dan penampilan.
Seorang penyair mengatakan dalam qasidahnya:
Duhai para pengabdi jasad, betapa dirimu telah sengsara
Jiwamu lelah, lalu kerugian yang engkau dapat
Kembalikan jiwamu, sempurnakan dengan kebaikan
Duhai insan, engkau hidup dengan jiwa bukan jasadmu
Duhai para pemuda..
Tidaklah rupa yang elok akan menguatkan hati apabila akhlaknya tidak elok, sesungguhnya didalam hatimu masih ada relung kebaikan, periksalah lalu bakar semangatmu untuk memacu kebaikan tersebut.
Benar, termasuk puncak kebahagian adalah menikmati segala kesenangan dunia dan syahwatnya, namun itu semua harus berada dalam koridor syari’at kita, karena Allah Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ﴾ [القصص: 77]
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu“. [al-Qashash/28: 77].
Jadilah seorang laki-laki yang mempunyai semangat yang tinggi, berhias dengan budi pekerti yang luhur dan adab karena sesungguhnya itulah perhiasan seorang laki-laki sejati.
Dari contoh mendua dalam bersikap yaitu, orang-orang yang manakala kamu melihatnya, nampak padanya tanda keshalehan dan kebajikan, kemudian pada sisi lain kamu melihat dalam tindak tanduknya serta perbutannya berbalik sembilan puluh derajat dari penampilan yang pertama, sampai-sampai mereka menipu orang lain disebabkan oleh penampilannya.
Maka pada kenyataannya, wahai orang yang seperti itu, engkau bukan saja telah menodai dirimu akan tetapi, telah menodai orang lain, bahkan bisa jadi agamamu juga ikut terbawa. Karena bisa jadi orang yang sudah kadung melihat engkau berbuat jelek akan mengira ini termasuk bagian dari akhlaknya orang shaleh, karena mereka mengira kamu termasuk orang yang shaleh.
Oleh karena itu, bagi orang yang seperti ini dan yang semisalnya, untuk mengoreksi kembali tingkat keshalehannya, karena tidak menutup kemungkinan yang ada pada mereka hanya keshalehan dalam bentuk nama dan gambar.
Ada beberapa orang yang menyanjung seseorang dihadapan al-Qilu ibn Iyadh, mereka memuji orang tersebut kalau dia tidak makan kue (puding). Maka beliau berkata: ‘Kalian jangan tertipu, hanya sekedar melihat dia meninggalkan makanan tersebut, akan tetapi, lihatlah bagaimana sikap dirinya didalam menyambung tali silaturahim, menahan emosi, hubungannya bersama tetangga, dan para janda serta orang miskin, lihatlah bagaimana akhlak serta adab pergaulan bersama saudara dan karibnya’.
Katakan pada saya, duhai orang yang dijadikan teladan, apakah istiqomah itu hanya sekedar penampilan luar? Ataukah hanya hubungan manis bersama segelintir orang saja? Atau istiqomah itu mengharuskan dirimu mempergauli orang lain dengan cara yang baik, pada tiap keadaan dan waktu? Di dalam sebuah hadits yang shahih, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : « أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ» [ أخرجه الترمذي وابن ماجة]
“Perkara terbesar yang akan memasukan seseorang kedalam surga adalah bertakwa dan berakhlak mulia”. HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
Imam Ibnu Qoyim mengatakan didalam kitabnya al-Fawaid, ketika mengomentari hadits diatas: ‘Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan didalam hadits ini, antara ketakwaan kepada Allah dan akhlak yang mulia, karena ketakwaan kepada Allah akan memperbaiki hubungan seorang hamba bersama Rabbnya. Sedangkan akhlak yang mulia akan memperbaiki hubungan seorang hamba bersama makhlukNya. Maka takwa kepada Allah mengharuskan dirinya mencintai Allah, adapun akhlak yang mulia menjadikan orang lain menyukai dirinya’.
Maka harus dicatat, karena disini ada perkara yang tercampur pemahamannya oleh kebanyakan orang, mungkin karena memang tidak tahu, dan ini kebanyakan mereka. Atau dirinya mempunyai tujuan jelek yang tersimpan didalam hati, dan jenis ini jumlahnya sedikit, insya Allah.
Para pembaca yang budiman, kalau sebagian kaum muslimin ada yang menanggalkan akhlaknya dan prinsip dasar ajarannya maka bukan berarti kita menuduh agama Islam, atau mulai ragu untuk berpegang dengan ajaran dan syari’atnya. Kalau demikian apa maknanya kita menghukumi orang sebagai muslim dan membenarkan ajaran Islam, sedangkan mereka mempunyai sifat berlebihan, menyeleweng, kasar, kurang ajar, dan berperangai buruk, hanya karena sekedar menisbatkan ke Islam akan tetapi mereka salah didalam tingkah laku, dan ucapannya atau dirinya hanya menyematkan pakaian kejujuran.
Sesungguhnya termasuk jenis kedhaliman yang paling jelek adalah seseorang mengambil kesalahan orang lain sebagai senjata, sedangkan Allah Azza wa jalla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى﴾ [الإسراء: 15]
“Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain“. [al-Israa’/17: 15].
Dimana sikap inshaf dan adil? Sedangkan Allah Azza wa jalla berfirman:
قال الله تعالى: ﴿وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ٨﴾ [المائدة: 8]
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan“. [al-Maa’idah/5: 8].
Kenapa kita terlalu cepat menghukumi semua orang serta mengatakan kesalahan secara umum pada mereka hanya sekedar kesalahan yang dilakukan oleh individu? Lantas dimana mereka-mereka, barangkali ratusan atau ribuan dari kalangan kaum muslimin dan muslimat, yang tetap teguh dan mulia bersama akhlak dan jiwanya.
Kita semua tidak bisa memungkiri adanya jumlah yang sangat banyak, orang-orang yang masih mempunyai hati nurani yang bersih dan indah, yang tergambar dalam ucapan mereka, sanubari yang tenang dengan tingkah laku yang luhur, hati yang suci, tangan yang bersih dan lisan yang terjaga, mereka barengi ilmu yang diiringi bersama amalan, karena cinta agama dan negerinya.
Kenapa seringkali kita menutup mata terhadap mereka, tidak menyebut dan mencuatkan dalam publik tentang kemulian mereka? Kenapa hanya memandang dengan sebelah mata tentang keberadaan mereka, lalu menyoroti kesalahan yang ada dan membesar-besarkanya yang ada pada sebagaian orang?
Lihat pada dirimu, engkau seringkali mengadu keberadaan mereka, bukankah engkau juga seorang muslim? Tidakkah engkau juga pernah berbuat kesalahan? Berbuat kekeliruan? Maka bisa jadi orang lain juga mengeluhkan dirimu, engkau mengeluh mereka juga mengeluhkanmu.
Akan tetapi, betapa indahnya kalau sekiranya kita bisa saling memberi udzur satu sama lain, memberi ma’af atas kesalahan dan kekeliruan orang lain lalu menutupinya dan mencuatkan kebaikannya. Dengan adanya saling menasehati dan mema’afkan bisa memadamkan api permusuhan dan perselisihan.
Perlakukan orang lain, sebagai insan yang mempunyai kesalahan dan kebenaran, tutup matamu dan berlaku wajar lalu sabarlah. Bukan orang yang pandir yang tidak tahu siapa pemimpin kaumnya, namun pemimpin itu yang pura-pura tidak mengetahui.
Engkau bisa bayangkan kalau seandainya dirimu melihat lingkungan berada dalam makna yang indah ini, dan itu merupakan budi pekerti yang paling mulia, jika dirimu enggan untuk itu, maka tuduhlah orang yang melakukan kesalahan tersebut jangan kamu hukumi secara umum, lalu bertakwalah kepada Allah, karena balasan itu sesuai dengan amal perbuatan, dan sebagaimana engkau beragama maka itulah agama.
[Disalin dari طريقنا إلى القلوب (edisi Indonesia : Lorong Hati). Penulis Syaikh Ibrahim bin Abdullah ad-Duwaisyi Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad . Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/99314-kepribadian-ganda.html